logo ortofamily

Sahabat Ortofamily, Bagaimana sih agar mendapatkan kaki palsu yang nyaman saat digunakan???

GAMBAR 1.2

Sahabat ortofamily, sebenarnya untuk mendapatkan kaki palsu yang sesuai dengan yang kita inginkan dan nyaman cukup mudah, jika kita tau prosedur dan dasar ilmu yang akan diterapkan untuk pembuatan kaki palsu tersebut. Yaa,,, benar yang pasti harus tahu anatomi, karena mustahil buat kaki palsu tanpa tau anatimi (*malpraktek lagi dikira.^^), selanjutnya harus menguasai biomekanik dari anggota yang teramputasi, tak lupa pathologi,,,wah makanan apa tu yah sahabat ortofamily?, tentunya bagi temen2 Ortotis Prostetis pasti sudah mengtahui hal itu semua, karena sudah menjadi menu makanan sehari2 di kampus dan didunia kerja.

PELAKSANAAN FITTING DAN FINISHING

A. Asesment (Pemeriksaan)
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan proses menanyakan tentang keadaan dan riwayat penyakit pasien, baik berupa keadaan umum pasien atau pun keadaan khusus pasien. Anamnesis ini dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu auto-anamnesis dan hetero-anamnesis. Auto-anamnesis ini merupakan suatu tanya jawab mengenai keadaan pasien dengan cara menayakan secara langsung kepada pasien yang bersangkutan. Hetero-anamnesis merupakan proses tanya jawab yang dilakukan kepada orang tua atau orang lain yang mengetahui atau dianggap mengetahui keadaan dan riwayat penyakit pasien (Rasjad, 1998).
a. anamnesis umum
Data yang diperoleh dari hasil anamnesis umum adalah, (1) Nama Sudananto, (2) Umur 20 tahun, (3) Alamat Dukuh Selidok 03/08, Girimulyo, Ngargoyoso, Karanganyar, (4) Pekerjaan pelajar, (5) Agama islam.
b. anamnesis khusus
1). Keluhan utama
Pasien mengalami kesulitan dalam menjalani aktifitas kesehariannya, dikarenakan pasien kehilangan salah satu anggota gerak tubuhnya yaitu tungkai atas kanan akibat trauma.

2). Riwayat penyakit sekarang
a) Rincian keluhan utama
Pasien diamputasi dikarenakan kecelakaan sepeda motor pada tahun 2008, peristiwa itu terjadi saat pasien hendak pulang kerja, pasien terjatuh dari sepeda motor karena menghindari lubang yang tergenang air akibat hujan, pasien dibawa ke RSUD. Dr. Moewardi Surakarta, di sana pasien digips namun mengalami mal union (tidak terjadi penyambungan tulang) karena kondisi yang parah, sehingga mengharuskan dilakukannya amputasi atas lutut (above knee amputation).
b) Rincian prostesis lama yang telah digunakan
Pasien pada kasus ini sudah mempunyai prostesis sebelumnya selama dua bulan dan belum pernah mengganti prostesis, namun hanya reparasi. Prostesis yang dimiliki pasien ketinggian, terutama pada socket medial terlalu menekan selakangan dan pada bagian foot terlalu eversi.
c) Penyakit penyerta
Pasien tidak memiliki penyakit penyerta yang dapat berpengaruh pada penggunaan prostesis atas lutut.
d) Riwayat dermatitis kontak
Pasien tidak mempunyai riwayat yang menunjukkan adanya alergi atau peradangan di kulit akibat adanya bahan yang menempel pada kulit.
3). Riwayat penyakit dahulu
Merupakan data yang didapatkan dari penderita yang menyebutkan bahwa penderita pernah mempunyai riwayat penyakit yang menyebabkan penyakit atau kelainan saat ini. Dari data yang diperoleh didapatkan bahwa penderita tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu sehingga pasien diamputasi. Pasien diamputasi karena kecelakaan lalu lintas pada tahun 2008 sehingga mengharuskan diamputasi pada atas lututnya.
4). Riwayat keluarga
Data yang menunjukan adanya penyakit keturunan atau penyakit menular. Dari data yang diperoleh bahwa penderita tidak mempunyai penyakit keturunan ataupun penyakit menular.
5). Riwayat pribadi
Data tentang status keluarga penderita. Dari data yang diperoleh kedua orang tua pasien bekerja sebagai petani, pasien sekarang sedang mengikuti program rehabilitasi selama satu tahun di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) Prof. Dr.Soeharso Surakarta.
Assesment (Pemeriksaan)
2. Pemerksaan fungsi
a. Pemeriksaan fungsi sensorik
Pasien tidak mengalami gangguan sensoris. Ini dibuktikan dengan tidak adanya kesalahan saat menjalani tes sensoris, seperti membedakan antara sentuhan tajam dan tumpul. Selain itu tidak terdapat neuroma atau nyeri tekan pada ujung stump. Dengan keadaan stump yang bagus, maka diharapkan tidak menggangu dalam pemakaian prostesis.
b. Pemeriksaan fungsi motorik
1) Tes gerak aktif
Pasien dapat melakukan semua gerakan yang diperintahkan, seperti gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan gerakan lain yang memungkinkan pada daerah stump. Gerakan tersebut dapat dilakukan dengan luas gerak sendi penuh tanpa bantuan atau dilakukan secara aktif oleh pasien. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien tidak mengalami kontrakatur otot-otot di sekitar stump.
2) Tes gerak pasif
Tes gerak pasif yang dilakukan pada pasien hanya untuk memastikan tidak adanya gangguan pada otot-otot sekitar stump pasien, walaupun pada tes gerak aktif sudah dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi kontraktur pada otot-otot di sekitar stump.
3) Tes gerak isometrik melawan tahanan
Pasien tidak merasakan nyeri pada saat dilakukan tes tersebut, sehingga diharapkan dengan keadaan tersebut pasien mampu menggunakan prostesis dengan baik. Karena tujuan dilakukanya tes melawan tahanan adalah mencari tahu sejauh mana kemampuan dan kesiapan pasien dalam menggunakan prostesis.
Pemeriksaan Fungsi
3. Pemeriksaan Spesifik/ khusus
a. Manual Muscle Test
Manual muscle test (MMT) dilakukan untuk mengetahui kekuatan otot pada regio tertentu. Kekuatan minimal otot pada stump seseorang agar mampu menggunakan prostesis adalah 3. Dengan dilakukannya manual musle tes (MMT) pada pasien tersebut maka dapat diketahui kekuatan nilai otot-otot di sekitar stump, antara lain adalah (1) nilai kelompok otot fleksor adalah 4, (2) nilai kelompok otot ekstensor adalah 4, (3) Kelompok otot adduktor adalah 4 dan, (4) Kelompok otot abduktor adalah 4.

b. Range of motion test
Range of motion test atau tes lingkup gerak sendi dilakukan pada regio hip joint. Alat yang digunakan pada tes tersebut adalah goniometer. Tujuan dilakukannya tes lingkup gerak sendi adalah mengetahui LGS dari pasien. Hasil dari tes LGS pada pasien tersebut adalah sebagai berikut : S 15°-0-110°, F 45°-0-10°.
Pemeriksaan kusus

4. Analisis Hambatan
a. Hambatan Internal
Berdasarkan hasil inspeksi dan palpasi pada stump pasien, dapat dipastikan tidak ada hambatan internal dari pasien. Karena pada stump pasien tidak terdapat luka pada ujung stump. Serta otot-otot sekitar regio hip juga berfungsi dengan baik.
b. Hambatan Eksternal
Hambatan eksternal merupakan hambatan yang timbul pada saat proses pelayanan ortotik prostetik yang dikarenakan pada kondisi tertentu tidak normal sehingga mengganggu proses pembuatan prostesis. Dalam hal ini tidak ada hambatan eksternal yang menyertai.
c. Hambatan arsitektur
Hambatan arsitektur berhubungan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal pasien yang mana dapat mendukung pemberian prostesis atau tidak, dari data yang didapatkan kondisi lingkungan pasien daerah pedesaan dengan kontruksi tanah yang agak miring sehingga tidak terlalu menganggu pemakain prostesis.
d. Hambatan psikologis
Keadaan psikologis pasien tergolong baik. Karena tidak terlihat rasa malu, minder atau canggung pada diri pasien meskipun pasien tersebut mengalami amputasi pada salah satu tungkainya. Maka dapat disimpukan bahwa tidak terdapat hambatan psikologis pada diri pasien.
e. Hambatan sosial ekonomi
Dengan keadaan pasien yang mengalami amputasi pada salah satu tungkainya, tidak membuat pasien dikucilkan dari pergaulan masyarakat sosial serta pasien juga masih bersosialisasi dengan masyarakat umum. Sehingga dapat dikatakan jika pasien tersebut tidak mengalami masalah sosial.
Analisis Hambatan
B. Problematika Ortotik Prostetik
1. Diagnosis Ortotik Prostetik
Sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien yang bernama Sudananto, yang mengalami amputasi atas lutut kanannya, maka diagnosis ortotik prostetik yang tepat adalah dengan memberikan suatu pelayanan ortotik prostetik. Pelayanan ortotik prostetik untuk pasien tersebut adalah dengan memberikan prostesis atas lutut kanan. Tujuan dilakukannya pelayanan ortotik prostetik tersebut adalah pengembalian fungsi yang hilang akibat dilakukannya amputasi pada salah satu anggota geraknya.
2. Desain Rancang Bangun
Desain rancang bangun dari prostesis yang diberikan kepada pasien yang bernama Sudananto adalah prostesis atas lutut eksoskeletal dengan menggunakan sistem quadrilateral pada bagian soketnya. Lebih lanjut, bahan yang digunakan dalam pembuatan prostesis tersebut antara lain adalah (1) alumunium 1,5 mm sebagai bahan dasar pembuatan bodi paha, lutut dan bodi betis, (2) bagian telapak kaki (foot) menggunakan bahan dari kayu waru, (3) kulit java box dan vuring sebagai bahan untuk membuat belting (sabuk) prostesis, (4) (5) dan bahan pendukung lainya.
Problematika ortotik prostretik
3. Proses Pembuatan
a. Pengukuran/ casting
1) Pengukuran
Pengukuran merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan prostesis. Sehingga diperlukan ketelitian serta ketepatan dalam melakukan pengukuran agar diperoleh fungsi yang baik serta kenyamanan saat prostesis dipakai oleh pasien. Sebelum melakukan pengukuran, beberapa hal yang perlu dipersiapkan antara lain (1) persiapan tempat atau ruangan. Ruangan yang dipakai hendaknya bersih, terang, serta tertutup. (2) persiapan peralatan yang dibutuhkan, misalnya alat tulis, blangko ukur, mid line atau meteran kain. (3) persiapan pasien. Sebelum melakukan pengukuran, pasien hendaknya diberikan pemahaman tentang apa yang akan dilakukan. Serta untuk memudahkan proses pengukuran maka pasien diharapkan menggunakan pakaian yang minim pada daerah yang akan diukur. Hal tersebut sebaiknya dikomunikasikan terlebih dahulu kepada pasein.
a) pengukuran tungkai yang sehat
Pada tungkai yang sehat bagian yang diukur antara lain (1) tinggi knee bottom (KB). Tinggi KB diukur dari aksis knee joint sampai ke lantai, (2) tinggi seat bottom (SB). Tinggi SB diukur dari tulang ischiadicum sampai ke lantai, (3) circumference dari gastroc, baik yang terbesar maupun yang terkecil. (4) panjang dari telapak kaki. Ukuran panjang telapak kaki dapat diperoleh dari tulang talus ke metatarsal II. (5) ukuran sepatu yang biasa dipakai oleh pasien. (6) mengukur lingkar pelvic, sebagai ukuran dalam pembuatan sabuk prostesis dimulai dari daerah anterior medial superior stump ke arah lekuk pelvic yang sehat, diteruskan ke belakang dan berakhir pada trochantor major pada stump.
Hasil yang diperoleh dari pengukuran pada bagian tungkai yang sehat adalah sebagai berikut (1) tinggi KB 47 cm, (2) tinggi SB 82 cm, (3) lingkar betis 33 cm (terbesar) dan 22 cm (terkecil), (4) panjang telapak kaki 25 cm dan (6) lingkar pelvic 70 cm.
b) pengukuran pada bagian stump
Bagian yang diukur antara lain, (1) panjang stump diukur dari tuber ischiadicum sampai pada ujung stump, (2) circumference terbesar dan terkecil dari stump, (3) pengukuran panjang anterior posterior stump anterior posterior. Pengukuran tersebut dilakukan dari tuber ischiadicum ke tendo otot adduktor. Hasil yang diperoleh adalah (1) panjang stump 24 cm, (2) lingkar stump 44 cm (terbesar), 34 cm (terkecil), dan (3) ukuran anterior posterior 8 cm.
Proses pengukuran
b. Proses fabrikasi
Prostesis atas lutut ini terdiri dari beberapa komponen yaitu (1) komponen socket, (2) komponen lutut, (3) komponen body shank (4) SACH foot dan (5) sabuk prostesis. Bahan dasar pembuatan komponen atas lutut ini adalah alumunium 1, 5 mm.
1) Komponen socket
Proses pembuatan komponen socket dilakukan dengan membuat pola pada almunium plat sesuai dengan lingkar stump pasien, setelah itu potong pola almunium plat menggunakan gunting plat kemudian kikir pada bagian yang menyudut agar tidak pecah pada saat dikenteng nanti, langkah selanjutnya tandai pada pola alumunium sebagai acuan mengenteng. Pada pembuatan komponen socket menggunakan prinsip quadrilateral yang bertujuan untuk menghindari rotasi pada saat digunakan, penandaan yaitu pada bagian depan atas yang nantinya akan dibuat cekung dan bagian lateral pada sisi depan yang nantinya akan dibuat cembung.
Setelah proses penandaan langkah selanjutnya yaitu proses pembentukan komponen sesuai dengan tanda, proses ini dilakukan di atas padokan yang dipasang pada ragum dan dipukul menggunakan palu kayu sampai membentuk sesuai dengan lingkar stump pasien kemudian pada bagian posterior dibuat mendatar sejajar garis horisontal yang berfungsi sebagai tumpuan atau ischial seat. Kemudian satukan lipatan pada bagian belakang menggunakan keling alumunium, pada bagian distal dibentuk yang nantinya akan digabung dengan komponen lutut.
Pembuatan pola body femur
2) Komponen lutut
Proses pembuatan komponen lutut hampir sama dengan proses pembuatan komponen socket yaitu dengan memotong alumunium plat dengan sesuai dengan pola yang telah dibuat kemudian kikir pada bagian yang menyudut agar tidak pecah nantinya, setelah itu tandai bagian-bagian yang akan dibentuk, pada bagian atas dibuat melingkar sesuai dengan lingkar socket pada bagian distal untuk mempermudah dalam pemasangannya. Pada pembuatan komponen lutut ada bagian yang dibuat datar dan yang dibuat cekung atau setengah lingkaran, pada bagian medial, lateral, dan posterior dibuat datar atau rata sedangkan pada bagian anterior dibuat cekung atau setengah lingkaran untuk mempermudah gerakan apabila digabung dengan komponen body shank.
Setelah komponen lutut terbentuk kemudian pasang bos sepeda sebagai sendi lutut tiruan, langkah-langkah pemasangannya yang pertama yaitu potong bos sepeda tepat di tengah-tengahnya menjadi dua bagian, setelah itu bor lubang pada bos sepeda setiap jarak satu lubang. Kemudian satukan kedua potongan tadi menggunakan pipa besi dengan ukuran yang agak lebih besar sedikit dari bos sepeda. Setelah tergabung pasang bos sepeda pada komponen lutut, dalam pemasangan knee joint tiruan ini as harus benar-benar sejajar agar dapat menciptakan gerakan yang dinamis. Untuk menentukan as pada komponen lutut yaitu dengan cara mengambil jarak dari medial dan lateral tepat pada sudut datar dari posterior dengan ukuran 3 cm lutut bagian bawah diambil jarak 6,5 cm, setelah itu jarak tersebut ditarik garis lurus secara vertikal dan horizontal.
Pembuatan body lutut
Bos sepeda bagian depan dan as sebagai knee joint tiruan
3) Komponen body shank
Langkah pembuatan komponen ini juga sama seperti dengan pembuatan komponen sebelumnya, langkah pertama yaitu pembuatan pola yang digambar di atas almunium plat 1,5 mm. Setelah itu potong dengan menggunakan gunting plat dan pada bagian yang yang masih tajam dan menyudut dikikir, kemudian tandai bagian-bagian yang nantinya akan dibentuk. Penandaan yang pertama yaitu memberi tanda garis tengah vertikal pada potongan plat, kemudian pada bagian medial diberi tanda lingkaran kecil untuk pengentengan yang sedikit dan bagian lateral diberi tanda lingkaran besar untuk pengentengan yang lebih banyak. Tujuan dari penandaan tersebut yaitu untuk mendapatkan bentuk body shank yang lebih kosmetis, setelah terbentuk pada bagian belakang dipotong 8 cm ke bawah untuk gerakan flexi. Komponen body shank juga dilengkapi dengan porokan dari plat besi yang berbentuk seperti huruf Y terbalik, porokan dipasang pada medial dan lateral pada body shank yang berfungsi sebagai peyangga pada saat as knee joint dipasang pada body shank. Pada lubang atas porokan dilubang sesuai dengan besar as lutut, kemudian dari atas dipotong sampai batas lubang selebar as untuk mempermudah pemasangan. Setelah semua tahapan selesai langkah selanjutnya yaitu pembentukan body shank dan meratakan kentengan.
Pembuatan body shank
Komponen porokan sebagai penyangga sendi lutut
1. ring besi
2. besi plat
3. Bor perseng 3/4″ atau bor 8 mm
4) SACH foot
Bahan dasar untuk membuat SACH foot ini yaitu kayu waru, alasan memilih kayu waru yaitu karena kayu waru mempunyai serat yang ulet dan juga ringan. Langkah pertama untuk membuat yaitu memotong balok kayu waru dengan ukuran 30 cm x 10 cm x 10 cm, setelah itu buat pola sesuai dengan mal bentuk kaki pada bagian atas, samping serta bagian bawah. Untuk panjangnya dibentuk sesuai dengan panjang telapak kaki yang sehat. Setelah pola digambar langkah selanjutnya bentuk balok kayu dengan menggunakan petel, pahat kayu, gergaji dan mesin rooter. Komponen SACH foot tidak hanya terdiri dari kayu waru saja tetapi juga dilengkapi dengan komponen yang digabung sehingga dapat dipasang pada body shank, komponen tersebut antara lain seperti (a) foot bolt, (b) streng band, (c) cushion heel, (d) break bumper dan (e) ankle block.
a) foot bolt
Foot bolt merupakan salah satu komponen pada SACH foot yang berupa baut yang dilengkapi dengan mur. Ukuran dari foot bolt ini adalah 3/8” x 15 cm, foot bolt dipasang pada bagian permukaan atas SACH foot dengan cara dibor dengan .ukuran 3/8” hingga tembus, kemudian foot bolt dimasukkan. Pemasang foot bolt ini bertujuan untuk menggabungkan body shank yang dipasang ankle block dengan SACH foot.
b) streng band
Streng band merupakan sejenis karet yang berfungsi sebagai pengganti metatarsal phalangeal joint. Penempatannya dari body foot bagian belakang sampai bagian toe bumper.
c) cushion heel
Cushion heel terbuat dari spon yang berlapis-lapis dengan ketebalan sekitar 10 cm sesuai dengan kebutuhan. Spon dipotong miring membentuk segitiga siku, pada bagian anterior tipis. Kemudian rekatkan spon pada body foot dengan cara dilem, setelah itu bentuk sesuai dengan bentuk SACH foot.
d) break bumper
Break bumper ditempatkan pada bagian ujung body foot (toe bumper) yang berada pada ⅓ bagian ujung telapak. Break bumper ini terbuat dari bahan spon 1 cm yang disusun dengan ukuran kurang lebih 10 mm yang disusun secara sejajar, dengan lebar pada bagian bawahnya 1,5 cm dan bagian atas 3 cm. Fungsi dari break bumper ini adalah untuk posisi toes off saat berjalan sehingga harus diperhatikan peletakkannya.
e) ankle block
Ankle block terbuat dari besi plat 2,5 mm berukuran 11 cm x 3 cm. Untuk ukuran jadinya disamakan dengan lingkar body shank bagian bawah. Setelah terbentuk, tentukan titik pusat yang diambil dari garis diagonal, kemudian tandai dengan penitik dan di bor dengan bor 3/8’’ untuk menghubungkan dengan SACH foot.
Setelah seluruh komponen tergabung menjadi satu langkah selanjutnya bentuk jari-jari kaki dengan menggunakan pahat kayu agar bisa menjepit sandal, kemudian haluskan body foot menggunakan mesin rooter dan lapisi dengan vuring kambing apabila sudah terpasang dengan body shank.
Pembuatan foot
5) Pelvic Belt
Sabuk prostesis terbuat dari kulit sapi / yava box yang dilapisi dengan kulit kambing. Sabuk ini mempunyai dua bagian yaitu bagian sabuk panjang yang nantinya dipasang pada sisi lateral dan dilengkapi dengan stabilisator strap serta sabuk pendek yang nantinya dipasang pada bagian medial. Sabuk ini pada bagian ujungnya diberi strap yang panjangnya kurang lebih 20 cm dan dipasang pada ujung sabuk yang berhubungan dengan sabuk pendek, pemasangannya kurang lebih 5 cm dari ujung sabuk. Dalam pemakaian prostesis sabuk ini berfungsi untuk penggantung atau suspensi pada prostesis agar stabiL
Sabuk atas lutut (Pelatihan Ortotik Prostetik LPR CPT, 1996)

1. Panjang sabuk 4. Gesper rol 2 cm 7. Knop
2. Stabilisator strep 5. Strep
3. Sabuk pendek 6. Gesper rol dan gesper kuning

b. Proses penggabungan komponen
Setelah seluruh komponen terbentuk maka langkah selanjutnya yaitu proses assembling atau penggabungan komponen. Proses penggabungan komponen ini dimulai dari bawah ke atas yaitu mulai dari penggabungan komponen body shank dengan komponen SACH foot yang digabungkan dengan menggunakan ankle block. Kemudian penggabungan komponen lutut dengan body shank yang dilengkapi dengan karet streng band dengan ukuran 4’’ x 0, 5 cm, pemasangan ini bertujuan untuk mengontrol gerakan flexi dan extensi dari sendi lutut sehingga tidak terjadi posisi hip extensi dari lutut saat digunakan untuk berjalan.
Streng band untuk check back
1. Lubang untuk baut seng (1/4”) menyatu pada body shank
2. Lubang untuk baut seng (1/4”) menyatu pada lutut dan socket
Terakhir yaitu penggabungan komponen socket dengan komponen sebelumnya. Dalam penggabungan ini harus menyesuaikan tinggi SB dari pasien, setelah tinggi sesuai langkah selanjutnya yaitu menyatukan komponen dengan cara dibaut masin terlebih dahulu. Dalam proses ini juga harus diperhatikan pemasangan komponen lain yaitu pemasangan body shank dengan telapak kaki dibuat flexi 2-30 dan eversi foot sebesar 5-70.
Rangkaian Prostesis Atas Lutut

C. Proses Fitting dan Finishing
1. Proses fitting
Proses fitting prostesis atas lutut memiliki beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dengan seksama. Tahapan – tahapan tersebut adalah :
a. Tahap ke-I
Pemeriksaan ini dilaksanakan pada saat prostesis belum dipasangkan pada stump pasien. Pemeriksaan ini terdiri dari (1) Pemeriksaan alignment dari prostesis ( garis berat tubuh sesuai dengan anatomi ), (2) Bibir soket yang berbentuk quadrilateral harus rata dan halus. Serta pada bagian medio posterior lebih lebar karena digunakan sebagai tumpuan yang terbanyak, (3) Pemeriksaan posisi foot, dipasang out ward rotasi 5° – 7°, dan (4) Pemeriksaan kondisi sepatu yang dipasang pada prostesis.
b. Tahap ke-II
Dalam tahap ini pemeriksaan dilakukan setelah pasien memakai prostesis, tetapi masih dalam keadaan diam. Namun sebelum prostesis dipasang maka perlu memasang stokinet terlebih dahulu pada stump pasien. Pemeriksaan pada tahap ini dilakukan untuk mengecek static alignment prostesis, yaitu (1) Pemeriksaan terhadap ketinggian prostesis, dalam pemeriksaan ini dilakukan pengukuran untuk seat bottom (SB) yaitu jarak dari ischeal seat sampai dengan lantai melalui malleolus mdialis tibia, dan knee bottom ( KB ) yaitu dari mechaniccal knee axis sampai dengan lantai melalui malleolus medialis, (2) Pemeriksaan alignment prostesis dari sisi anterior dan lateral, (3) Pemeriksaan masuknya stump ke dalam soket, dalam hal ini yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan ketepatan tekanan bibir soket pada tuber ischiadicum dan jangan sampai terjadi lipatan kulit stump, (4) Pemeriksaan adanya rasa sakit atau tidak pada stump, (5) Pemeriksaan suspention, pemasangan sabuk tepat lutut harus kencang dan nyaman dipakai, dan (6) Pemeriksaan kesejajaran dari SIAS, crista iliaca dan bahu.
c. Tahap ke-III
Dalam tahap ke-III ini dilakukan pada saat permulaan gerak. Pemeriksaan ini meliputi antara lain(1) Pemeriksaan posisi sudut telapak kaki, (2) Pemeriksaan body alignment prostesis, dalam hal ini penderita disuruh untuk memindahkan berat tubuhnya pada prostesis, dan (3) Pemeriksaan kenyamanan prostesis
d. Tahap ke-IV
Pemeriksaan ini dilaksanakan pada waktu pasien latihan berjalan dengan memakai prostesis atau biasa disebut dengan dynamic alignment. Pemeriksaan ini meliputi, (1) Pemeriksaan ketinggian bahu ( shoulder ), (2) Pemeriksaan Centre Of Gravity ( COG ) atau garis berat tubuh, (3) Pemeriksaan langkah prostesis yaitu timing of step ( durasi langkah ), length of step ( kepanjangan langkah ), dan (4) Pemeriksaan kenyamanan prostesis.
e. Tahap ke – V
Pemeriksaan ini dilakukan pada kondisi stump setelah memakai prostesis. Pemeriksaan yang dilakukan adalah (1) Pemeriksaan pada kulit stump yang dimungkinkan timbul warna kemerah – merahan ( areas of redness ), (2) Pemeriksaan pada daerah bekas tekanan soket, yang mana jika terlalu berlebihan akan mengakibatkan terjadinya lecet.
Proses fitting
Kelainan – kelainan yang didapatkan dari setiap tahap pemeriksaan, hendaknya segera ditanggulangi guna memperkecil kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak di inginkan. Waktu yang dibutuhkan untuk latihan setiap harinya diselaraskan dengan kondisi pasien, pada umumnya antara 1 sampai dengan 3 jam. Pasien akan dapat menyesuaikan penggunaan prostesisnya dalam waktu kurang lebih 7 sampai 14 hari bila latihan secara rutin.
2. Evaluasi
Setelah melaksanakan proses fitting, maka ada beberapa hal yang membutuhkan evaluasi. Hal-hal yang memerlukan evaluasi antara lain adalah (1) pengurangan pada bagian medioanterior wall, dan (2) penambahan dinding soket anterior .

3. follow up (tindak lanjut)
Tindak lanjut dari permasalahan saat proses fitting adalah (1) pada bagian medioanterior wall di gunting agar tidak terjadi penekanan pada selakangan, dan (2) menambah dinding anterior dengan cara mengenteng alumunium.
4. Proses finishing
Proses akhir dari pembuatan prostesis adalah finishing. Dalam prostesis atas lutut eksoskeletal, proses finishing meliputi:
a. Mematikan hubungan sementara menjadi permanen
Mematikan hubungan sementara menjadi permanen yaitu, dengan melakukan pengelingan antara soket dengan komponen sendi lutut yang sebelumnya soket di lapisi kulit vinniel. Pada komponen body shank juga dilapisi dengan dempul pada bagaian yang tidak rata. Kemudian diratakan dan dihaluskan dengan amplas. Sebelum masuk pada proses laminasi dengan resin, maka semua lubang pada komponen tepat lutut ditutup dengan menggunakan larutan gip agar resin dan katalis tidak masuk.
b. Melakukan laminasi dengan resin
Dalam hal ini laminasi body shank dilakukan dengan menggunakan bahan resin, katalis, cat pewarna, kain stockinet dan plastik PVC. Proses laminasinya sebagai berikut (1) pasang stockinet pada semua komponen, 2 lapis stockinet. lalu memasang plastik PVC di bagian luar. (2) kemudian membuat campuran resin, cat bewarna coklat kemudian saring, setelah itu campur katalis dan aduk hingga merata lalu tuangkan kedalam plastik PVC dan ratakan dengan sehelai kain hingga rata. Apabila sudah rata lalu diamkan hingga adonan bereaksi..
Laminasi soket dengan dilapisi spon 2 mm setelah itu di lapisi vinniel dan direkatkan dengan lem. Laminasi telapak kayu menggunakan kulit kambing / vuring yang telah dimalkan ke body telapak kayu dan telah ditipiskan bagian-bagian ujung dari vuring kambing yang kemudian ditempelkan dengan menggunakan lem.
Proses finishing
5. Edukasi dan home training
Edukasi yang diberikan kepada pasien antara lain adalah (1) Prostesis dapat digunakan saat melakukan aktifitas, tetapi dengan satu catatan agar setiap 3-4 jam sekali prostesis harus dilepas agar tidak mengakibatkan penekanan yang berlebih pada stump, sehingga dapat dihindari terjadinya gangguan aliran darah pada daerah stump. (2) saat prostesis tidak digunakan sebaiknya ditempatkan di tempat yang kering dan aman sehingga prostesis lebih tahan lama. (3) pada bagian soket sebaiknya sering dibersihkan karena pada bagian tersebut bersentuhan langsung dengan stump, sehingga jika soket tersebut bersih pasien akan lebih nyaman saat menggunakannya.
Home training dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk rajin melatih diri untuk menggunakan prostesis sesuai dengan prosedurnya agar dapat tercapai tujuan menggunakan prostesis ini yaitu untuk mengembalikan fungsi jalan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Permasalahan yang timbul dari proses fitting antara lain Saat melaksanakan proses fitting, pasien merasa bahwa (1) pengurangan pada bagian medioanterior wall, dan (2) penambahan dinding anterior dengan cara dikenteng.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilaksanakan proses renovasi prostesis sebelum dilakukan proses finishing pada prostesis . Tentu saja setelah dilakukan renovasi prostesis dicobakan lagi kepada pasien agar prostesis benar-benar siap di selesaikan.

B. Kesimpulan
Dalam penentuan diagnosa OP yang tepat dan benar seorang ortotis prostetis harus bisa melakukan pemeriksaan – pemeriksaan, pengukuran, dan pengamatan terhadap pasien saat pengambilan data, sehingga maksud dan tujuan pembuatan suatu prostesis dapat tercapai. Dalam pembuatannya sendiri diperlukan keseriusan dan ketelitian agar proses OP makin cepat terselesaikan sehingga semakin cepat pula problem pasien dapat diatasi.
Komunikasi antara pasien dan keluarga pasien dengan ortotis prostetis hendaknya selalu terjalin agar proses OP ini benar – benar berjalan seperti yang diharapkan.

C. Saran
Dalam hal ini penulis menyarankan kepada pasien agar selalu termotivasi untuk menggunakan prostesis sesuai dengan kebutuhan dan anjuran dari prostetis. Peran serta keluarga dan tenaga kesehatan yang bersangkutan sangat membantu dalam usaha pencapaian tujuan pemberian alat bantu ortosis atau prostesis.

DAFTAR PUSTAKA

Bella J May, 1996; Amputation and Prosthetic Case Study Approach; F.A.Davis Company, Phildelphia, USA.

Handicap International, 2006; Petunjuk Pelaksanaan Praktek Klinik Bagi Mahasiswa Prodi OP Poltekkes Surakarta; Surakarta.

Phnom, Penh, 1991; Transfemoral Prosthetics; CSPO, Cambodia.